oleh

LAKSUS Desak Kejati Usut Tuntas Dugaan Penyimpangan Penerbitan Sertifikat di Hutan di Toraja

gemanews.id,MAKASSAR, Lembaga Antikorupsi Sulsel (LAKSUS) mendesak Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan penerbitan sertifikat di area Hutan Produksi Mapongka, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja.

“Kalo memang benar ada sertifikat terbit di kawasan Hutan Mapongka maka hal itu tidak bisa dibiarkan. Kok bisa ada sertifikat terbit di kawasan hutan yang dilindungi oleh negara. Kejati harus tindak tegas mereka yang terlibat dalam kasus penerbitan sertifikat ini,” tegas Direktur LAKSUS, Muh Ansar kepada gemanews.id, Rabu (24/06/2020).

Diketahui, tim penyelidik Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulsel mengusut dugaan penyimpangan penerbitan sertifikat di kawasan Hutan Produksi Mapongka.

Pada Senin (15/06/2020) siang, tim jaksa memanggil sejumlah pegawai Balai Pemerintahan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar sebagai saksi. Mereka menyerahkan sejumlah dokumen terkait status serta penetapan kawasan hutan produksi Mapongka.

“Kasusnya masih sementara penyelidikan. Saya belum bisa memberikan keterangan,” tegas salah seorang jaksa penyidik Kejati Sulsel yang enggan disebutkan jati dirinya.

Dari informasi yang dihimpun di Kejati Sulsel menyebutkan, Mapongka masuk dalam kawasan hutan produksi dengan status Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau satu tingkat di bawah status Hutan Lindung.

Kawasan Hutan Produksi Mapongka memiliki fungsi yang sangat penting, yakni sebagai area penyangga air dari daerah hulu.

Kasus ini diusut, lantaran merebak informasi kalau ada lahan di dalam kawasan hutan produksi Mapongka yang telah bersertifikat dan menjadi hak milik sejumlah warga.
Wilayah yang berdekatan dengan Bandara Mangkendek ini, dinilai memiliki nilai komersial yang tinggi dan diduga menjadi alasan sejumlah warga ingin memiliki lahan permanen di lokasi itu.

Menurut Muh Ansar, sudah saatnya perambah hutan diberikan hukuman maksimal agar memberikan efek jera.

“Jangan main main dengan lingkungan. Hutan rusak, maka yang menanggung akibat adalah anak cucu kita,” tandas Muh Ansar. (*)