oleh

Vonis Praperadilan Jauh Dari Fakta Sidang, Dimana Keadilan

gemanews.id-MAKASSAR-Majelis Hakim PN Makassar, Harto Pancono menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh warga Makassar, H. Abd. Wahid di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (14/7/2020)

Haji Wahid mengajukan gugatan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan surat oleh penyidik Polrestabes Makassar.

Pemohon praperadilan, H. Abd. Wahid mengaku gundah dengan putusan itu. “Dimana keadilan?. Kami mencari keadilan dengan gugatan praperadilan ini,” katanya.

“Fakta persidangan sangat jelas dimana penetapan tersangka itu menyalahi aturan sehingga Hakim diminta memutuskan perkaranya dengan adil dan mengabulkan praperadilan yang kami ajukan,” ucap pemohan praperadilan, H. Abd. Wahid saat ditemui di sela-sela dirinya menanti pembacaan putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Makassar.

Qadriansyah selaku Penasehat Hukum H. Abd. Wahid pemohon praperadilan mengatakan, sebenarnya cukup beralasan Hakim menerima upaya praperadilan yang diajukan oleh kliennya.

“Fakta persidangan itu sangat terang mengungkap bahwa penetapan tersangka yang dialamatkan ke klien saya itu tidak mendasar bahkan menyalahi prosedur aturan yang ada,” terang Qadriansyah.

Diantaranya, kata dia, mengenai identitas (legal standing) dari pelapor kasus dugaan pemalsuan yang kemudian menjerat kliennya, H. Abd. Wahid.

“Legal standing pelapor dalam kasus yang dituduhkan ke klien saya tidak ada,” kata Qadriansyah.

Kemudian, persoalan pemeriksaan di tahap penyidikan yang dinilai menyalahi prosedur aturan. Dimana penyidik Kepolisian belum pernah memeriksa H. Abd. Wahid sebagai tersangka.

“Klien saya hanya diperiksa sekali itupun waktu di tahap penyelidikan saja. Dan itu terungkap dalam persidangan,” jelas Qadriansyah.

Tak sampai disitu, proses gelar perkara penetapan tersangka juga dinilai tidak fair. Karena tidak melibatkan pihak pelapor maupun terlapor (H. Abd. Wahid) saat itu.

“Bahkan alat bukti yang dimiliki pelapor untuk menuding klien saya itu, hanya berupa foto kopi surat pernyataan yang isi redaksinya diduga sudah ditambahkan dan sama sekali dibuat oleh klien saya,” jelas Qadriansyah.

Selanjutnya, dalam penyidikan kasus dugaan pemalsuan yang dituduhkan kepada H. Abd Wahid, penyidik juga dinilai tidak pernah melakukan upaya penggeledahan hingga penyitaan sebagaimana lazimnya pada kasus-kasus pidana lainnya.

“Semua kami sudah ungkapkan dalam persidangan. Bahkan persoalan hubungan hukum antara pelapor dan klien saya sebagai terlapor yang jelas tidak nyambung pun telah menjadi fakta persidangan,” ungkap Qadriansyah.

Antara pelapor dan terlapor (H. Abd. Wahid), kata Qadriansyah, tidak ada hubungan hukum. Dimana terlapor (H. Abd. Wahid) adalah pembeli lahan dari ahli waris pemilik lahan awal bernama Bau Sawah berdasarkan putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap saat melawan PT. Asindo.

“Lucunya kemudian muncul nama Wardi Nyolo Nyolo yang melaporkan klien saya dugaan pemalsuan surat. Padahal hubungan hukum Wardi dengan H. Abd. Wahid itu tidak ada. Disinilah akal-akalan,” Qadriansyah menandaskan.

Tak hanya fakta diatas, dalam persidangan juga keterangan saksi ahli guru besar Fakultas Hukum UMI Makassar, Prof Hambali Thalib juga mengungkapkan bahwa legal standing pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan tidak ada dan pelaporannya dianggap daluarsa.

“Saksi ahli juga menerangkan bahwa pemeriksaan di tahap penyelidikan harus berkali-kali bukan hanya sekali. Sehingga sangat terang bahwa penetapan tersangka yang dialamatkan ke klien saya itu keliru dan jelas tidak sah,” ucap Qadriansyah mengutip keterangan saksi ahli.

Tak hanya itu, saksi ahli, lanjut Qadriansyah, juga mengatakan bahwa penyidik yang melakukan pemeriksaan di hari sabtu itu tidak dibenarkan karena bukan hari kerja.

“Dan soal Perkap Nomor 06 tahun 2019, dimana kata saksi ahli, itu hanya norma hukum dan tidak bisa dijadukan acuan tunggal karena masih ada KUHAP nomor 08/1981 terkait proses gelar perkara. Apabila Perkap dan KUHAP sejalan maka ikut di Perkap. Tapi ketika bertentangan maka mendahulukan KUHAP. Itu kata ahli dalam persidangan,” terang Qadriansyah mengungkap keterangan ahli di persidangan sebelumnya.

Ahli, lanjut Qadriansyah, bahkan mengatakan bahwa sebagai Polisi, penyidik harus netral dalam pemeriksaan sehingga memanggil seluruh pihak baik pelapor maupun terlapor untuk mencari kebenaran materil.

“Dengan melihat fakta tersebut, kami harap Hakim lurus dalam memutuskan perkara praperadilan yang diajukan klien kami. Tentunya kami harap Hakim menerima praperadilan klien kami karena penetapan tersangka yang dituduhkan itu tidak sah dan menyalahi prosedur aturan,” jelas Qadriansyah.

Selain dukungan saksi ahli guru besar fakultas hukum UMI Makassar, saksi Mantan Kepala BPN Makassar, M. Natsir juga turut memberikan kesaksian dalam persidangan praperadilan.

“Saksi mantan Kepala BPN dengan tegas juga telah menyatakan bahwa surat keterangan yang diterbitkan oleh BPN Makassar tepatnya bernomor 1539/ 100.2- 73.71/VII/2010 sebagai jawaban atas permohonan H. Abd. Wahid itu benar dan sah,” ungkap Qadriansyah didampingi tim pendamping hukum pemohon praperadilan, H. Abd. Wahid, H. Jamaluddin.

Sekedar diketahui, kasus yang menimpa H. Abd Wahid bermula saat ia telah membeli sebidang lahan di Jalan Mira Seruni dengan luasan 1700 M2 dari ahli waris pemilik lahan bernama Bau Sawa.

Bau Sawa menjual lahan ke H. Abd. Wahid berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkratch) saat melawan PT. Asindo.

Namun belakangan, muncul seorang bernama Wardi Nyolo Nyolo melaporkan H. Abd. Wahid ke Polrestabes Makassar dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat.

“Jelaskan bahwa Wardi dan H. Abd. Wahid ini tidak ada hubungan hukumnya,” Pendamping Hukum H. Abd. Wahid, H. Jamaluddin. (*)