oleh

APAK Desak Hakim Segera Keluarkan Salinan Putusan, Perkara Penipuan Eks Bendahara Brimob

gemanews.id-Makassar-Aliansi Peduli Anti Korupsi (APAK) meminta Pengadilan Negeri Makassar (PN Makassar) tidak mengulur-ulur waktu menyerahkan salinan putusan perkara pidana penipuan yang telah menjerat eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro sebagai terdakwa.

Dimana sebelumnya, PN Makassar telah menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 2 tahun 6 bulan diserta dengan perintah agar yang bersangkutan ditahan di Rutan Klas 1 Makassar.

“PN Makassar harusnya sudah mengeluarkan salinan putusannya itu agar Jaksa bisa segera melaksanakan penetapan Hakim yang memerintahkan agar terdakwa ditahan di Rutan,” kata Ketua DPP APAK RI, Mastan via telepon, Jumat (17/7/2020).

Mengenai adanya perlawanan terdakwa yang menyatakan akan menempuh upaya hukum banding atas putusan PN Makassar tersebut, kata Mastan, itu tak menghalangi upaya Jaksa dalam melaksanakan perintah putusan terdahulu (PN Makassar) yang memerintahkan agar terdakwa ditahan di Rutan.

“Terdakwa harus ditahan dulu. Soal penangguhan penahanannya kan itu nanti bisa dia ajukan ke Ketua Majelis Hakim yang menangani permohonan bandingnya di Pengadilan Tinggi,” terang Mastan.

“Apakah nantinya dikabulkan atau tidak, itu semuanya tergantung pertimbangan Ketua PT atau majelis hakim. Proses untuk mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa bisa dilakukan setelah berkas bandingnya terdaftar di PT Makassar,” Mastan menambahkan.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara penipuan yang menjerat Iptu Yusuf Purwantoro sebagai terdakwa hingga saat ini dikabarkan belum dapat melaksanakan perintah putusan PN Makassar yang memerintahkan agar terdakwa Yusuf segera dimasukkan dalam tahanan Rutan Klas 1 Makassar.

“Informasi dari Jaksanya, katanya mereka sementara menunggu salinan putusan sebagai dasar melaksanakan perintah memasukkan terdakwa ke tahanan Rutan. Jadi terdakwa sampai sekarang masih di luar belum ditahan,” ucap Wijaya, korban penipuan yang dilakoni terdakwa.

Ia berharap PN Makassar memuluskan upaya Jaksa untuk melaksanakan putusan yang telah ditetapkan oleh Hakim PN Makassar sendiri dalam perkara penipuan tersebut.

“Harapan kami agar penetapan Hakim PN Makassar bisa segera dilaksanakan oleh Jaksa yakni memasukkan terdakwa dalam tahanan Rutan sebagaimana itu merupakan perintah Hakim dalam putusannya. Kita harap salinan putusan sudah bisa diserahkan mendekat ini,” harap Wijaya.

Hakim Jatuhkan Vonis 2,5 Tahun Penjara dan Perintahkan Terdakwa Ditahan di Rutan

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang dipimpin oleh Zulkifli menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun 6 bulan terhadap Iptu Yusuf Purwantoro, terdakwa dalam perkara pidana dugaan penipuan, Kamis 9 Juli 2020.

Tak hanya hukuman badan, Majelis Hakim juga memerintahkan agar terdakwa yang merupakan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel itu, untuk segera ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1 Makassar dan membebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5000.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan serta memerintahkan agar terdakwa ditahan di Rutan,” ucap Ketua Majelis Hakim Zulkifli dalam putusannya.

Vonis Majelis Hakim tersebut lebih ringan dibanding dengan tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dimana terdakwa dituntut 3 tahun 10 bulan atau 46 bulan penjara.

Tak hanya tuntutan pidana badan, JPU juga menuntut terdakwa ditahan di sel Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1 Makassar dimana sebelumnya Pengadilan Negeri Makassar melonggarkan terdakwa sebagai tahanan kota.

Menanggapi putusan Majelis Hakim tersebut, Ketua DPP Gerakan Masyarakat dan Pemuda Anti Korupsi (GEMPAR) NKRI, Akbar Polo mengakui cukup mengapresiasi putusan Majelis Hakim tersebut, tak hanya memberikan pemidanaan badan, tapi juga tegas memerintahkan agar terdakwa segera ditahan.

“Nah giliran Jaksa harus segera melaksanakan penetapan Hakim tersebut. Segera masukkan terdakwa ke sel tahanan Rutan,” ucap Akbar Polo.

Mengenai kendala eksekusi nantinya dikarenakan adanya perlawanan upaya banding oleh pihak terdakwa, kata dia, itu hal yang berbeda. Putusan pemidanaan, lanjut dia, berbeda dengan perintah untuk ditahan.

Pemidanaan, lanjut dia, bisa dilakukan karena belum inkracht. Tetapi perintah masuk atau perintah agar terdakwa segera ditahan, itu berkaitan dengan ketentuan pasal 21 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) yang nantinya kewenangan tersebut beralih ke Hakim Pengadilan Tinggi (PT).

Amar putusan berbunyi segera ditahan, kata Akbar Polo, karena terdakwa dinilai telah memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan penahanan.

“Perintah masuk itu harus segera dilaksanakan sekali pun perkara belum inkracht dalam putusan pemidanaan,” ujar Akbar Polo.

Ia sekali lagi mengatakan bahwa sebuah kewajiban Jaksa untuk segera menjalankan perintah dalam putusan. Jika dalam putusan terdapat kata-kata memerintahkan terdakwa untuk segera di tahan dalam Rutan (Rumah Tahanan).

Kalau hal itu Jaksa tidak jalankan, maka dinilai sebagai tindakan menyalagunakan wewenang untuk menjalankan putusan Hakim pidana.

“Dalam hukum adminstrasi dikategorikan perbuatan tidak menjalankan putusan Pengadilan,” tegas Akbar Polo.

Kronologi Perkara

Dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan bernomor 115/Pid.B/2020/PN Mks, Jaksa Penuntut Umum sebelumnya mendakwa eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro dengan ancaman Pasal 378 KUHPidana yang ancaman pidananya maksimal 4 tahun penjara.

Polisi berpangkat Inspektur Polisi Satu itu terjerat perkara dugaan penipuan saat ia menemui korbannya, A. Wijaya di Kabupaten Sidrap untuk meminta tolong dipinjamkan uang sebesar Rp1 miliar dengan alasan ingin membayar uang tunjangan kinerja (tukin) seluruh personil Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya telah ia gunakan guna kebutuhan lain.

Karena mengingat terdakwa merupakan kawan sekolahnya dulu, korban pun memberikan bantuan dana sesuai yang diminta oleh terdakwa melalui via transfer.

Namun belakangan uang yang dipinjam tersebut, tak kunjung dikembalikan oleh terdakwa hingga batas tempo yang dijanjikan. Terdakwa malah belakangan terus menghindar dengan memutuskan komunikasi dengan terdakwa.

Atas perbuatan terdakwa itu, selain membuat korbannya menanggung kerugian besar, juga membuat malu korban dengan keluarganya khususnya tantenya yang meminjamkan uang kepadanya.

“Uang yang saya berikan ke terdakwa itu uangnya tante dari hasil gadai sertifikat rumah di Bank. Jadi karena perbuatan terdakwa, saya harus menanggung beban membayar uang Bank,” terang korban, A. Wijaya.