Gemanews.id-Makassar – Proses seleksi calon Direksi Perumda Air Minum (PDAM) Kota Makassar mendapat kritik tajam. Regulasi dinilai diabaikan, sementara kompetensi teknis calon Direksi, khususnya pada posisi Direktur Operasi/Teknik, dipertanyakan.
Surat Edaran Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 539/4972/KEUDA menegaskan calon Direktur Operasi/Teknik wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Manajemen Air Minum/Air Limbah Tingkat Madya minimal 90 hari sebelum pendaftaran.
Aturan ini mengacu pada PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.
Namun Panitia Seleksi di Makassar hanya mewajibkan sertifikat tersebut saat pelantikan. Praktik ini dinilai bertentangan dengan semangat regulasi dan melemahkan integritas proses seleksi.
Menurut Guru Besar Bidang Sumber Daya Air Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof. Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, MT, jabatan Direktur Operasi/Teknik sangat vital karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Direktur Operasi/Teknik PDAM harus seorang insinyur yang menguasai sistem penyediaan air minum. Itu meliputi hidrolika, jaringan perpipaan, tekanan air, sampai penguasaan teknologi modern seperti SCADA, DMA, dan IoT. Kalau posisi ini diisi oleh orang tanpa dasar teknik, risikonya sangat besar terhadap kualitas layanan,” ujar Prof. Ratna, Jumat (12/9/2025).
Dari empat calon Direksi yang lolos seleksi, hanya Plt Direktur Utama, Dr. Hamzah Achmad, SE., M.SA., Ak., CSA, yang memiliki Sertifikat Manajemen Air Minum. Sementara tiga calon lainnya tidak memiliki latar belakang teknik maupun pengalaman dalam sistem penyediaan air minum.
Padahal, PDAM Makassar saat ini menghadapi berbagai persoalan struktural:
1. Tingkat kebocoran air (Non-Revenue Water/NRW) masih di atas 45 persen.
2. Jumlah pegawai membengkak, lebih dari 1.200 orang dari kebutuhan sekitar 900.
3. Mayoritas pipa distribusi berusia puluhan tahun, peninggalan Belanda.
4. Teknologi tertinggal karena belum menerapkan SCADA, DMA, dan IoT.
Prof. Ratna menegaskan, tanpa kepemimpinan teknis yang kuat, program populis Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham berupa sambungan gratis PDAM untuk warga kurang mampu sulit direalisasikan secara berkelanjutan.
“Menambah sambungan baru itu harus didukung oleh efisiensi teknis. Kalau NRW masih tinggi, pipa sudah tua, dan teknologi tidak diterapkan, maka sambungan baru justru bisa memperparah gangguan pelayanan,” jelasnya.
Wali Kota Makassar kini memegang kendali dalam tahapan wawancara akhir seleksi. Publik berharap momen ini dimanfaatkan untuk mengoreksi kelemahan proses seleksi dan memastikan Direksi PDAM dipimpin oleh figur yang patuh regulasi, memiliki kompetensi teknis, dan mampu mendorong transformasi berbasis teknologi. (*)