Gemanews.id-Makassar, — Dugaan pungutan liar (pungli) yang melibatkan oknum Kepala Sekolah SD Inpres Bertingkat Bara-Baraya II, berinisial SS, kembali mencuat dan menjadi sorotan publik.
Meski kasus ini telah lama bergulir berapa tahun dan viral di kalangan tenaga pendidik, aparat penegak hukum (APH) di Kota Makassar — mulai dari pihak kejaksaan hingga kepolisian — dinilai seolah tutup mata dan enggan membongkar praktik pungli tersebut.
Menurut sejumlah sumber yang dihubungi tim dari PJI Sulsel, oknum kepala sekolah SS diduga telah bertahun-tahun melakukan pungli terhadap para guru di lingkungan sekolahnya. Modusnya, setiap kali dana sertifikasi guru cair, selalu terjadi pemotongan dengan nominal bervariasi mulai dari Guru kelas dan Guru olahraga maupun Guru Agama dan Guru PPPK.
Salah satu guru korban pungli, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku siap memberikan kesaksian kepada aparat penegak hukum jika kasus ini benar-benar ditindaklanjuti dan serius di bongkar.
“Kami para guru siap diperiksa dan menjadi saksi korban. Kami ingin keadilan ditegakkan karena praktik pungli ini sudah berlangsung lama,” ujarnya kepada media ini.
Guru tersebut menambahkan, jika kasus ini kembali dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Kota Makassar.

“Kami berharap Kepala Sekolah SD Inpres Bara-Baraya II diberikan sanksi hukum yang tegas, karena perbuatannya sangat meresahkan dan mencoreng nama baik dunia pendidikan di kota Angin mamiri Makassar,” tegasnya.
Sementara itu, Humas PJI Sulsel, Zhoel SB, turut angkat bicara dan mendesak aparat hukum untuk tidak menutup mata terhadap dugaan pungli yang merugikan tenaga pendidik tersebut.
“Sudah jelas kasus ini mencuat dan ramai di publik. Namun pihak Dinas Pendidikan Kota Makassar dan APH terkesan diam dan ‘masuk angin’. Aparat hukum jangan buta dan tuli terhadap persoalan yang nyata seperti ini,” ujar Zhoel SB.
Ia juga menegaskan bahwa hukum seharusnya menjadi pelindung bagi korban, bukan tameng bagi pelaku.
“Masih adakah keadilan di Kota Makassar jika pungli di sekolah terus dibiarkan? Oknum kepala sekolah yang bertindak seolah kebal hukum harus segera diproses,” tambahnya.
Ulasan Regulasi dan Dasar Hukum
Praktik pungutan liar, sekecil apa pun, termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 12 huruf e disebutkan, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) secara tegas melarang setiap bentuk pungutan yang tidak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam konteks pendidikan, larangan ini diperkuat oleh Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menyebutkan bahwa setiap sumbangan atau pungutan di sekolah harus bersifat sukarela, transparan, dan tidak mengikat.
Dengan dasar hukum tersebut, tindakan oknum kepala sekolah yang melakukan pemotongan dana sertifikasi guru tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai pungli sekaligus penyalahgunaan wewenang jabatan.
Seruan dan Harapan Publik
Publik kini menantikan langkah tegas dari aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk menindaklanjuti kasus ini secara transparan. Jika tidak, kepercayaan terhadap penegakan hukum dan integritas lembaga pendidikan akan semakin terkikis.
“Ini harus menjadi momentum bersih-bersih di dunia pendidikan. Jangan biarkan pungli menjadi budaya yang diwariskan kepada generasi berikutnya,” pungkas Zhoel SB.(**)


