gemanews.id,Hingga 48 jam semenjak Syahrul Yasi Limpo usai dilantik sebagai Menteri Pertanian, belum henti-henti juga orang-orang mempertanyakan kapasitasnya. Terutama mereka-mereka yang berasal dari luar Sulsel yang memang tak mengenalnya. Mereka, bahkan sudah sampai pada tingkat menggugat. Maklum, sebab mereka sama sekali tak mengetahui jejak perjalanan karier seorang Syahrul.
“Kalau harus dari Sulsel, tidak adakah sosok lain yang memiliki latar belakang yang sesuai?”
Benar, Syahrul memang bukan ahli pertanian, bahkan tak memiliki latar belakang ilmu-ilmu pertanian. Ia Doktor di bidang hukum yang memulai karier sebagai seorang pamong, mulai dari jenjang paling bawah, lurah, camat, bupati, hingga gubernur. Kendati begitu, mungkin ini juga yang membuat Syahrul menjadi sosok unik dan jarang ada samanya di negeri ini. Bahkan seorang Ryas Rasyid pun tidak, meski ia juga memulainya dari lurah.
Tetapi, masih tetap saja, mengapa Syahrul di situ? “Presiden Jokowi jauh lebih mengetahui,” jawabku sekenanya karena sadar tak memiliki informasi dan tidak kompeten untuk menjawab pertanyaan seputar soal itu. Lain halnya jika pertanyaannya adalah layakkah Syahrul menduduki posisi itu? Kalau itu masalahnya, bolehlah kita adu argumentasi. Pertama, yakin, bahwa semua orang Sulsel yang ditanya akan memberikan penilaian relatif sama : Layak!
Argumentasinya simple. Sulawesi Selatan adalah daerah pertanian, lumbung sekaligus penyangga pangan nasional. Sepuluh tahun menjadi bupati dan sepuluh tahun gubernur di Sulawesi Selatan, apakah itu belum cukup menjelaskan kelayakannya? Dan, selama ia memimpin, tak sekalipun terdengar Sulsel pernah mengalami krisis pangan. Bahkan sebaliknya terjadi, surplus.
Kedua, tanpa bermaksud membuat Syahrul jumawa, pencapaiannya pada sektor pertanian selama memimpin Sulsel, sangat layak mendapat apresiasi. Semua pencapaian itu terekam dengan baik oleh Badan Pusat Statistik. Tak percaya? Buka saja, datanya ada di sana. Bahkan 2018, tahun terakhir periode keduanya, Sulsel berhasil membukukan produksi sekitar 5,7 juta gabah kering giling (GKG) atau setara 3,3juta ton beras. Masih belum cukup? Catat, konstributor terbesar PDRB Sulsel adalah sektor pertanian.
Selain itu, Syahrul adalah seorang pemimpin pemerintahan. Sedangkan pertanian hanyalah salah satu sektor di dalam pemerintahan yang dipimpinnya selama ini. Masih ada beberapa sektor lain yang tak kurang pentingnya untuk ia perhatikan untuk menjadikan Sulsel yang lebih maju.
Sama seperti sebuah kelompok orkestra, Syahrul adalah seorang dirigen yang memimpin para pianis, gitaris, saxophonis, dan lainnya untuk menghasilkan sebuah simfoni yang indah. Sedangkan untuk menjadi seorang dirigen, Ia tak perlu menjadi, misalnya, seorang pianis hebat. Relevan dengan itu, Syahrul pun tidak perlu menjadi seorang ahli racun hama terlebih dahulu untuk menduduki posisi Menteri Pertanian. Sebab ukuran itu tak sesuai, seperti mengukur dalamnya laut dengan seutas tali.
Bukan hanya itu, Sebagai pemimpin pemerintahan, Syahrul adalah sosok konduktor yang dikaruniai banyak talenta. Antara lain, ia seorang komunikator ulung. Semua aspek yang menjadi tanggung jawabnya, mampu ia komunikasikan secara apik dengan semua pihak terkait. Keamanan, misalnya, Sulsel yang dicap sebagai daerah yang memiliki potensi radikal tinggi, baik-baik saja, tidak ada gejolak selama dalam masa kepemimpinannya.
Boleh jadi karena kemampuan itu, secara diam-diam, Presiden Jokowi mempercayakan sebuah tugas khusus kepada Syahrul di Papua, selama daerah itu bergejolak. Seperti apa tugas itu? Entah. Tetapi faktanya, Papua dapat tenang kembali.
Ah, sudahlah Bung, beri dia kesempatan menunjukkan kapasitasnya. Terobosan apa yang akan ia lakukan, tunggu saja. Sebab, hanya dengan cara itu, kita akan melihat kalau ia adalah sosok pembeda …