Gemanews.id-Makassar — Humas Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, Zhoel SB, mendesak Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, untuk segera membentuk tim independen guna mengusut dugaan praktik pungutan liar (pungli) terkait dana sertifikasi guru di SD Inpres Bertingkat Bara-baraya II Kota Makassar.
Menurut Zhoel, kasus ini telah menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial dan ramai diperbincangkan di kalangan pejabat Pemerintah Kota Makassar serta masyarakat. Ia menilai, persoalan ini merupakan pekerjaan rumah serius bagi Aparat Penegak Hukum (APH) di Sulawesi Selatan, serta Inspektorat dan Dinas Pendidikan Kota Makassar.
“Jika kasus ini tidak segera dituntaskan oleh Dinas Pendidikan, akan menjadi preseden buruk bagi lembaga pendidikan di Makassar. Kasus serupa bisa terulang di tempat lain, dan para guru akan terus menjadi korban,” ujar Zhoel SB.
Dari hasil investigasi yang dihimpun oleh PJI Sulsel, sejumlah guru yang menjadi korban ulah oknum kepala sekolah SD Inpres Bertingkat Bara-baraya II berinisial SS, dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk menandatangani surat pernyataan.
Tindakan itu diduga dilakukan dengan cara memaksa para guru agar menutupi dugaan pungli dana sertifikasi yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah tersebut.
“Tindakan kepala sekolah yang memanggil dan memaksa guru menandatangani surat pernyataan itu merupakan upaya menutupi perbuatan tidak terpujinya. Kami minta Dinas Pendidikan segera memanggil semua guru yang menjadi korban,” tegas Zhoel Sb.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, saat dikonfirmasi oleh awak media, menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut. Ia berjanji akan melakukan investigasi internal dan memanggil para guru yang diduga menjadi korban ulah oknum kepala sekolahnya sendiri.
“Kalau memang benar ada kejadian seperti itu, kami akan turun langsung dan memanggil guru-guru yang bersangkutan agar kasus ini bisa terbongkar,” ujar Achi Soleman.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada kewajiban bagi guru untuk menandatangani surat pernyataan apa pun, terutama jika mereka merasa keberatan.
“Kalau ada guru yang tidak mau tanda tangan, itu hak mereka. Jangan sampai ada tekanan atau paksaan. Mungkin saja guru tersebut tidak ingin menandatangani karena memang kasus ini benar terjadi,” tutupnya.
Zhoel SB berharap Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum dapat bertindak cepat dan transparan agar kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan tetap terjaga,supaya kasus ini terbongkar.
“Guru adalah pilar pendidikan. Mereka harus dilindungi, bukan malah dijadikan korban atas kebijakan atau perbuatan oknum tertentu,” pungkas Zhoel.(**)


