gemanews.id- Makassar-binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mendorong Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menangani kasus dugaan korupsi pembebasan lahan oleh PT. Perumahan Nasional (Perumnas) di Desa Pettuadae, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros.
“Dari berita yang kami lihat pagu pembebasan lahannya cukup besar dan potensi korupsi tentu juga besar sehingga penanganannya sebaiknya Kejati Sulsel saja,” ucap Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun saat dimintai tanggapannya, Senin (7/7/2020).
Ia juga berharap Kejati Sulsel tidak membuang-buang waktu dan segera menyelidiki adanya dugaan salah bayar dalam kegiatan yang dimulai sejak tahun 2015 tersebut.
“Yah Kejati harus bergerak cepat menyelidiki kasus ini dalam rangka menyelamatkan potensi kerugian negara yang cukup besar,” jelas Kadir.
Dalam kegiatan pembebasan lahan oleh Perumnas dikabarkan ada seorang warga yang lahannya masuk dalam kawasan pembebasan, namun sama sekali tidak pernah menerima dana ganti rugi atas pembebasan lahannya itu.
“Warga pemilik lahan yang bernama Passaung Bin Dio, itu tak pernah diberi dana ganti rugi. Padahal lahannya jelas masuk dalam area pembebasan oleh Perumnas. Ini yang kami maksud diduga terjadi salah bayar,” kata Akbar Polo, Ketua DPP Gerakan Masyarakat dan Pemuda Anti Korupsi (GEMPAR) NKRI.
Dalam pelaksanaan pembayaran dana pembebasan lahan yang dilakukan secara bertahap sejak tahun 2015 itu, dikabarkan sudah ada 107 bidang tanah yang telah terbayarkan dengan total Rp128 miliar dari total pagu anggaran pembebasan lahan oleh Perumnas senilai Rp168 miliar.
Namun, seorang warga pemilik sebidang lahan yang masuk area pembebasan lahan oleh Perumnas tersebut, Passaung Bin Dio, tidak mendapatkan ganti rugi. Sehingga ia mempertanyakan kemana dana ganti rugi lahan miliknya dan siapa saja yang menerima hak ganti rugi atas lahannya.
Tak hanya itu, warga yang dimaksud juga mempertanyakan keabsahan alas hak mereka yang telah menerima ganti rugi dan berapa harga permeter lahan yang dibebaskan.
“Apakah harga pembebasan lahan sudah sesuai dan betul-betul telah diterima oleh warga pemilik lahan pembebasan atau jangan-jangan ada yang mengalir ke orang lain. Tugas jaksa membongkar utuh kasus ini,” tegas Akbar Polo.
Ia berharap penyidik aparat penegak hukum harus berani menyeret semua oknum pejabat negara yang diduga menyalahgunakan wewenang dan melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan yang diduga merugikan negara dan perekonomian negara tersebut.
“Kami tentu akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas hingga seorang warga pemilik lahan yang belum menerima haknya segera mendapatkan haknya atas lahannya yang masuk dalam kawasan pembebasan lahan oleh Perumnas,” Akbar Polo menandaskan.