Perkara Dan FBHM Menolak Tambang Galian C Beroperasi di Berapa Wilayah Kab Enrekang

gemanews.id-Enrekang-Pergerakan Koalisi Rakyat ( PERKARA ) dan Forum Bantuan Hukum Maspul (FBHM) kecewa terhadap Pemerintah Daerah atas isu yang berkembang akhir-akhir ini persoalan penolakan tambang galian c yang berencana akan beroperasi di beberapa wilayah di kabupaten enrekang, sehingga mendapat respon dari beberapa Elemen Masyarakat mempertanyakan ke Pemerintah Daerah.

Adapun kritikan yang disampaikan kepada pemerintah daerah.dua organisasi yang berbeda yakni PERKARA yang diwakili oleh Sekjen Irwan dan Ketua FBHM Hendrianto Jufri saat di hubungi melalaui via whatshaap oleh gemanews.id,selasa 11/08/2020.

“Isu ini sudah sangat polemik di kalangan masyarakat enrekang atas penolakan tambang galian c yang dianggap sangat berpotensi merusak lingkungan hidup seperti, pendangkalan sungai, erosi dipinggiran sungai, polusi udara hingga merusak akses jalan utama masyarakat dan potensi akan berdampak bencana banjir,”kata, Irwan Sekjen Pergerakan Koalisi Rakyat.

Kurun waktu dua minggu terakhir ini Masyarakat dibeberapa daerah Kab. Enrekang gencar melakukan penolakan hingga dalam bentuk aksi demonstrasi guna menyampaikan keluhan dan menolak masuknya beberapa tambang galian C disepanjang bantaran sungai saddang, diantaranya Dusun Penja Desa Karueng, Dusun Pudukku desa Pundi Lemo dan di Desa Pinang.

Lanjut Iwan sapaannya keawak media menyampaiakan bahwa, jika melihat luas rata-rata tambang mencapai belasan Hektar sangat berpotensi terjadinya perampasan lahan masyarakat, hilangnya sumber perekonomian akibat dari adanya praktek monopoli lahan oleh segelintir Oknum Pengusaha dengan Modal besar, tandasnya.

Sementara Ketua Forum Bantuan Hukum Massenrempulu (FBH-Maspul), Hendrianto Jufri, menyampaikan beberapa peraturan yang diduga dilanggar oleh masuknya tambang tersebut mulai dari Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang keterbukaan informasi sebab izinnya selalu terbit tanpa sepengetahuan masyarakat disekitar tambang yang notabene rentan terkena dampak buruknya, undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Perda No. 14 Tahun 2011 tentang RT/RW Kabupaten Enrekang, Peraturan Mentri No 04 Tahun 2012 tentang indikator ramah lingkungan untuk usaha dan/atau kegiatan penambangan terbuka, terangnya.

Ironisnya lagi, “Mudahnya Rekomendasi dan izin ini terbit tanpa sepengetahuan masyarakat menunjukkan betapa lemahnya Pemda Enrekang dalam hal ini Instansi terkait dalam upaya melindungi masyarakat yang turun temurun menggantungkan hidup dibantaran sungai”, tutur Ketua FBHM.

Harusnya pemerintah melibatkan masyarakat dalam proses penerbitan izin karena aturan selalu memberikan ruang kepada masyarakat untuk memberikan saran, tanggapan maupun sanggahan. Dan lebih teliti membaca semua aturan terkait, memang sesuai kebijakan nasional izin itu harus dipermudah tetapi jika jelas bertentangan dengan aturan maka dengan sendirinya tidak dapat diterbitkan, tegas hendrianto

“Bahwa kewenangan izin itu sebagian adanya di Pemerintah Provinsi, tetapi proses awalnya ada di Pemda setempat terlebih dahulu Dengan maraknya izin yang terbit memunculkan pertanyaan besar dibenak kita semua, apakah ini murni kecerobohan ataukah memang dugaan kami betul bahkan ada kongkalikong antara Pemodal dengan oknum Pemerintah daerah karena proses penerbitan izinnya tertutup untuk Publik dan sangat mudah diterbitkan”,tutupnya.(**)