Gemanews.id-Maros – Tanah milik almarhum Purnawirawan TNI AD, Saleng, berpangkat Sersan Mayor (Serma), yang semasa dinas bertugas sebagai anggota KI B Yon Zipur 8 Kodam XIV/Hasanuddin, diduga dikuasai pihak lain dan telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 00064 tanpa sepengetahuan pemilik maupun ahli warisnya.
Tanah tersebut terletak di Jalan Poros Maros–Makassar, tidak jauh dari Kantor Koramil Tompo Bulu maupun Desa Benteng Gajah, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Berdasarkan informasi ahli waris, tanah itu diduga diambil alih dan disertifikatkan atas nama Ir.
Sampe Paembonan dengan dugaan kuat melibatkan mafia tanah.
Padahal, objek tanah seluas sekitar 50 x 100 meter tersebut merupakan tanah pemberian dari kesatuan Yon Zipur 8 Kodam XIV/Hasanuddin yang diperuntukkan bagi anggota TNI yang memasuki masa pensiun.
Tanah tersebut, menurut ahli waris, tidak pernah dialihkan, dijual, maupun dipindahtangankan kepada pihak mana pun semasa almarhum Saleng masih hidup.
Hal ini dibenarkan oleh dua ahli waris almarhum, yakni Fatimah Saleng dan Alfiah Saleng. Saat dihubungi awak media, keduanya menegaskan bahwa kedua orang tua mereka tidak pernah menjual tanah tersebut.BPN Maros harus bertanggung jawab munculnya sertifikat di atas tanah orang tua kami.
“Kedua orang tua kami tidak pernah menjual tanah miliknya. Kami sangat sedih dan menangis mendengar tanah pemberian dari Kodam yang seharusnya menjadi hak keluarga justru diambil orang tanpa sepengetahuan orang tua kami maupun ahli waris,” ujar Fatimah
Saleng dengan suara bergetar.
Lebih lanjut, kedua ahli waris menyatakan tidak menerima dan tidak mengikhlaskan tanah peninggalan orang tua mereka yang diberikan secara resmi oleh kesatuan TNI AD Yon Zipur 8 tersebut.
“Kami memiliki bukti surat bahwa tanah itu diberikan kepada anggota TNI yang pensiun. Sekarang tanah itu tidak dinikmati oleh ahli waris, justru diduga dinikmati mafia tanah, dijual, dan disertifikatkan secara tidak sah,” ungkap Alfiah Saleng.
Para ahli waris menegaskan tidak akan tinggal diam dan berencana melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya ke Polda Sulawesi Selatan, agar dapat mengungkap dasar hukum penerbitan sertifikat dan dugaan penjualan tanah tersebut.
“Hukum harus ditegakkan. Kami ingin keadilan atas tanah orang tua kami,” tegasnya.
Sementara itu, pihak Pemerintah Desa Benteng Gajah yang dihubungi awak media melalui Sekretaris Desa, Bur, hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan resmi terkait persoalan tersebut.(Tim)


